Sabtu, 04 Oktober 2014

Sejatinya Lelaki Sejati


"Laki-laki itu… istimewa! Pun dari segi agama ia dilebihkan dari wanita. Bukan karena derajat yang lebih mulia, karena pada dasarnya semua manusia sama, semata karena kewajiban dan tanggung jawabnya yang utama."


Laki-laki itu.. Ia yang dilebihkan dari segi tanggungjawab dan kewajiban. Ia adalah (calon) imam bagi suatu jamaah bernama keluarga, ia adalah sang pemilik visi yang menentukan apa dan bagaimana menggapai cita-cita, dan ia adalah nahkoda yang mengomandoi perjananan mengarungi samudera dunia.

Laki-laki itu… ia yang berdiri untuk menghidupi. Bagi laki-laki, bekerja bukan semata demi materi. Tapi hal itu merupakan suatu pembuktian harga diri dan perwujudan eksistensi bahwa keberadaannya memiliki arti. Tak heran bila seorang laki-laki (sejati) akan merasakan tekanan yang hebat bila ia tak bekerja. Ia akan sangat menderita bila ia tak berkeringat dan tak merasa penat. Ia akan merasa hina bila waktunya tak berguna. Mereka tidak menemukan kenikmatan selain daripada bekerja, sungguhpun keletihan mendera ia bisa tersenyum puas bangga.

Laki-laki itu… ia yang dikenal dengan ketegasan dan komitmennya. Ia biasa hidup dengan rencana-rencana cerdas dan cita-cita yang jelas. Dan ia akan menghukum dirinya bila ia malas, bahkan dengan hukuman yang sangat keras. Karena kemalasan adalah penghinaan terhadap harga dirinya dan pelecehan terhadap kewibawaannya.

Laki-laki itu… ia yang tidak akan bisa tidur jika masih ada pekerjaan yang masih belum terselesaikan. Ia tidak akan tenang bila masih ada kewajibannya yang belum dilaksanakan. Ia akan gelisah bila ada tanggungjawab yang belum ditunaikan! Bahkan saat beristirahat pun, ia sadar bahwa tak boleh terlalu lama bersantai apalagi sampai larut dan bermain-main. Karena ia harus terus bekerja dalam meramu waktu menjadi karya-karya berguna dan berharga.

Laki-laki itu… Ia bukan tanggungan, tapi ialah sang penanggung. Ia bukan beban, tapi ialah tulang punggung. Ia bukan untuk difikirkan, karena ialah yang seharusnya memikirkan orang-orang yang dicintainya. Ia akan sangat menyesal bila ada orang yang rugi dan menderita karenanya; apakah itu orang-orang yang mencintainya atau keluarganya sendiri. Ia tak akan pernah menyiakan harapan orang-orang mengandalkannya, karena akan sangat sulit baginya memaafkan dirinya sendiri bila ada yang kecewa karena kecerobohan dan kegagalannya. Dan ia akan berusaha sekuat daya dan upaya yang dimiliki untuk membayarkan pengorbanan orang-orang yang berkorban untuknya.

Dan Laki-laki itu… ia yang memilih untuk terjaga agar yang dicintainya dapat tidur tenang, ia yang terus bekerja agar yang dicintainya dapat hidup senang, ia yang menahan lapar agar yang dicintainya dapat merasa kenyang. Dan ia benar-benar menyadari, bahwa pada akhirnya tidak ada yang benar-benar bisa diharapkan kecuali kedua tangannya sendiri... (/akhi)

Kisah di Balik Jendela Kereta


Ada orang tua yang duduk bersama anaknya yang berumur 25 tahun di dalam sebuah kereta. Tampak sekali keceriaan dan kegembiraan di wajah anaknya yang duduk di samping jendela kereta.

Pemuda itu mengeluarkan tangannya dari jendela dan merasakan terpaan angin seraya berkata riang, "Ayah… Ayah… lihatlah! Pepohonan itu berjalan berkebalikan dengan arah kereta!" Orangtua itu hanya tersenyum memandangani anaknya yang tampak gembira.

Namun di sampingnya, duduk sepasang suami istri yang ternyata mendengar perbincangan orang tua dan anak itu. Mereka tampak risih dan jengkel akan perilaku pemuda yang berumur 25 tahun itu, tapi bertingkah seperti anak kecil.

Kemudian, lagi-lagi pemudua itu berteriak kegirangan melihat pemandangan yang dilaluinya, "Ayah, lihatlah! awan di atas gunung itu juga berjalan mengikuti kereta kita!"

Semakin risih dan jengkellah pasangan suami istri yang duduk di sampingnya itu.

Sejurus kemudian hujan pun turun. Tetesan air hujan menerpa tangan pemuda yang sedang meluapkan kegembiraannya itu, "Ayah… ada hujan! Airnya mengenai tanganku, lihatlah wahai Ayah!"

Kali ini pasangan suami istri itu tak mampu lagi menahan kekesalannya. Lalu mereka berkata, "Kenapa tak kau bawa saja anakmu ke dokter, agar dia bisa sembuh dari penyakit gilanya!"

Orangtua itu tersenyum dan menjawab, "Ya, kami baru saja pulang dari rumah sakit. Dan ini adalah hari pertama anakku bisa melihat dalam hidupnya setelah tadinya ia buta semenjak lahir." 

(Mamlakatul Qashash al-Waqi'iyah)


***

Begitulah… terkadang kita melihat dan menilai orang lain dari apa yang tampak di depan mata. Kita tak pernah tahu atau mau mencari tahu kondisi sesungguhnya. Kita terbiasa, bahkan seringkali "pukul rata" terhadap segala kondisi. Padahal boleh jadi apa yang sebenarnya terjadi berkebalikan dengan sangkaan kita. Oleh karena itu, jangan mudah menghakimi orang lain secara serampangan, tanpa mengetahui alasan dan kondisi sesungguhnya.


Selasa, 19 Agustus 2014

Tentang Jodoh dan Acer Liquid Z3

Benar saja... Setiap apa yang diinginkan belum tentu akan bisa kita dapatkan. Bahkan boleh jadi apa yang didapatkan (di kemudian hari) jauh melampaui batas harapan kita sebelumnya. Seperti peribahasa "hendak hati (hanya) ingin memeluk gunung, malah ternyata sepenuh bumi terbendung" *emang ada pribahasa gitu? :/

Tapi memang seperti itu adanya, bahkan kenyataan itu tak jarang ditemui -termasuk saya yang mengalami sendiri-. Ya…  Niat hati ingin "meminang" sebuah android murah, namun yang didapati ternyata sebuah handphone dengan harga yang tidak lebih mahal namun lebih baik dari segi spesifikasi dan performa. Walau berbeda merek dari handphone yang sebelumnya saya inginkan, siapa peduli? Toh ketinggian nama juga bukan merupakan "nilai" yang mempengaruhi fungsi. Terlebih lagi handphone yang akhirnya saya beli juga tidaklah "kampungan" dari segi merek :D

Ehm, barangkali seperti itulah jodoh. Ada yang sudah sekian lama memendam rasa bahkan sampai ada yang mengungkapkan, namun di kemudian hari ternyata yang dicintai bukanlah ia yang dikehendaki-Nya. Seseorang yang saat ini kita kenal biasa, boleh jadi akan menjadi bagian terpenting dalam mempengaruhi alur kehidupan kita nanti. Sungguhpun ia merupakan sosok yang sama sekali tak pernah terfikirkan. Anehnya sama sekali juga tak ada rasa kecewa, karena pengganti yang didapati ternyata tidak lebih buruk dari apa yang sebelumnya diingini, bahkan lebih baik!

Ada benarnya juga anjuran untuk tidak berlebihan dalam menanggapi getaran rasa. Dengan selalu berusaha untuk bersikap biasa dan sewajarnya dalam menampik rasa, setidaknya dapat mencegah munculnya sesal bila menemui kenyataan yang "aneh" di hari nanti.

Cukup perihal jodoh dan kembali ke android baru saya :D… Walaupun sebenarnya saya masih merasa aneh. Tentu saja! Bahkan sama sekali tidak ada terlintas di benak sebelumnya, apalagi sampai ada niat untuk membelinya. Sedikit bercerita, awalnya saya sudah cukup lama berkeliling mencari handphone yang saya inginkan, namun barangnya sudah sangat langka, kalaupun ada akan dibandrol dengan harga yang tinggi. Bahkan karena keterbatasan budget, saya sudah hampir menjatuhkan pilihan pada android senama, namun dari segi kualitas lebih rendah. Tapi akhirnya Allah jua yang menggerakkan hati saya untuk melangkahkan kaki ke sebuah toko di lantai satu yang bahkan biasanya hanya menjual handphone bekas. Disana saya malah ditawarkan sebuah handphone -yang katanya barang baru- dengan processor dual core, kamera 5MP dan... tentu saja dengan harga yang meriah. Begitulah, pertemuan (singkat) di penghujung pencarian itulah yang akhirnya menjodohkan saya dengan Acer Liquid Z3 :D







Jumat, 21 Maret 2014

Menulis Itu...


Menulis itu bermanfaat, dan manfaat yang paling dirasa adalah sebagai cara terbaik untuk memotivasi diri. Ya, dengan menuliskan hal-hal baik dan bermanfaat setidaknya kita haruslah menjadi orang pertama yang mengetahuinya, mengamalkannya, dan merasakan manfaatnya.

Menulis itu menambah inspirasi dan meluaskan imajinasi. Menulis adalah olahraga fikiran, raga, dan hati. Dengan menulis kita akan terbiasa untuk aktif dan berfikir positif.

Menulis mengajarkan untuk jujur. Dengan menulis kita belajar menuangkan segala keadaan dan realita apa adanya. Tanpa mengurangi atau melebihkan, kita menyempurnakan dengan kesahajaan.

Menulis adalah cara untuk berbagi. Berbagi cerita, gagasan, pengalaman, dan opini. Bahkan sumber ilmu terbesar adalah melalui lembar-lembar tulisan yang memiliki nilai arti

Menulis dapat menguatkan ingatan. Dengan menulis, maka segala ide dan gagasan akan mudah tersimpan. Tak bisa hanya mengandalkan otak yang hebat, karena tetap memiliki keterbatasan untuk mengingat. Pilihannya hanya dengan mengikatnya dengan tulisan, agar tidak hilang ketika hendak dibutuhkan

Menulis adalah kebiasaan orang berilmu. ya, tidak ada tokoh terkenal yang tidak menulis. Sama sekali tidak ada ulama besar yang tidak menulis. Bahkan (karya) tulisan adalah pembuktian, bahkan apa (pemikiran) yang dipunyai layak untuk disebut ilmu dan dihargai.

Menulis itu memanjangkan usia. Buktinya? Lihatlah betapa banyak yang goresan penanya jauh lebih panjang dari usianya. Lihatnya mereka yang karya-karya jauh lebih terjaga dari jasadnya. Mereka terus hidup dengan pemikiran dan karyanya. Mereka terus ada dalam membersamai setiap perjalanan roda zaman.

Menulis adalah kebaikan. Terlebih jika yang dituliskan adalah hal-hal yang baik. Ketika ada yang mendapatkan pengetahuan dari apa yang dituliskan, maka jadilah ia sebentuk amal. Bahkan menulis adalah ladang amal terbaik, mudah dan sederhana. Tanpa perlu bersusah berjalan untuk menyuarakannya.
 
Menulis adalah media belajar. Tidak hanya dengan mendengar dan membaca, tapi akan semakin sempurna dengan juga menuliskannya. Dengan menulis kita belajar untuk mengokohkan apa yang dituliskan dengan data, fakta, serta argumen yang kuat. Termasuk juga bahwa menulis adalah mempelajari seluk beluk diri.

Menulis itu membentuk kepribadian dan jati diri. Dengan menulis kita belajar sabar. Dengan menulis kita belajar memahami diri. Dengan menulis kita belajar menghargai. Dengan menulis kita belajar kritis dalam menganalisis dengan logis, tapi tetap etis. Itulah manfaat menulis!

Dan,

Menulis itu sederhana saja. Tak perlu membebani diri dengan karya sarat bahasa tinggi tapi sukar dipahami. Tumpahkan saja segala yang ada difikiran. Tuangkan secara bebas! Bahkan alasan kenapa (masih) sulit untuk menulis tentunya bisa dicipta menjadi sebuah tulisan. Menyenangkan!