Sabtu, 04 Oktober 2014

Kisah di Balik Jendela Kereta


Ada orang tua yang duduk bersama anaknya yang berumur 25 tahun di dalam sebuah kereta. Tampak sekali keceriaan dan kegembiraan di wajah anaknya yang duduk di samping jendela kereta.

Pemuda itu mengeluarkan tangannya dari jendela dan merasakan terpaan angin seraya berkata riang, "Ayah… Ayah… lihatlah! Pepohonan itu berjalan berkebalikan dengan arah kereta!" Orangtua itu hanya tersenyum memandangani anaknya yang tampak gembira.

Namun di sampingnya, duduk sepasang suami istri yang ternyata mendengar perbincangan orang tua dan anak itu. Mereka tampak risih dan jengkel akan perilaku pemuda yang berumur 25 tahun itu, tapi bertingkah seperti anak kecil.

Kemudian, lagi-lagi pemudua itu berteriak kegirangan melihat pemandangan yang dilaluinya, "Ayah, lihatlah! awan di atas gunung itu juga berjalan mengikuti kereta kita!"

Semakin risih dan jengkellah pasangan suami istri yang duduk di sampingnya itu.

Sejurus kemudian hujan pun turun. Tetesan air hujan menerpa tangan pemuda yang sedang meluapkan kegembiraannya itu, "Ayah… ada hujan! Airnya mengenai tanganku, lihatlah wahai Ayah!"

Kali ini pasangan suami istri itu tak mampu lagi menahan kekesalannya. Lalu mereka berkata, "Kenapa tak kau bawa saja anakmu ke dokter, agar dia bisa sembuh dari penyakit gilanya!"

Orangtua itu tersenyum dan menjawab, "Ya, kami baru saja pulang dari rumah sakit. Dan ini adalah hari pertama anakku bisa melihat dalam hidupnya setelah tadinya ia buta semenjak lahir." 

(Mamlakatul Qashash al-Waqi'iyah)


***

Begitulah… terkadang kita melihat dan menilai orang lain dari apa yang tampak di depan mata. Kita tak pernah tahu atau mau mencari tahu kondisi sesungguhnya. Kita terbiasa, bahkan seringkali "pukul rata" terhadap segala kondisi. Padahal boleh jadi apa yang sebenarnya terjadi berkebalikan dengan sangkaan kita. Oleh karena itu, jangan mudah menghakimi orang lain secara serampangan, tanpa mengetahui alasan dan kondisi sesungguhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar